pengertian headless cms

Headless CMS memungkinkan tim marketing merilis konten di berbagai channel, mulai dari halaman landing hingga aplikasi mobile, website mobile, dan perangkat “internet of things” (IoT) melalui API. Ketahui detailnya yuk Pengertian Headless CMS, Fungsi, dan Contoh Penggunaannya

Pengertian Headless CMS

Sistem manajemen konten headless sering disebut sebagai infrastruktur konten atau API konten. Sistem ini berbasis cloud dan berfungsi untuk memisahkan repositori konten back-end dengan area penyajian konten (presentation layer) di bagian front-end.

Headless CMS menawarkan CaaS (Content as a Service) sehingga proses pembuatan dan pengeditan konten bisa dilakukan di dalam infrastruktur CMS, sementara konten mentahnya bisa disediakan untuk sistem lainnya.

Cara Kerja Headless CMS

Cara kerja headless CMS adalah sebagai berikut:

  1. Editor konten membuat dan mengelola konten pada antarmuka back-end.
  2. Tim developer front-end akan membuat “head” (tempat konten disajikan) dan mengelola distribusi konten. Developer bisa memanfaatkan tool front-end dan framework pilihan mereka untuk mengembangkan aplikasi atau meluncurkan channel baru.
  3. GraphQL API atau RESTful API akan terhubung ke setiap endpoint API untuk menyediakan konten di website, aplikasi mobile, perangkat IoT, dan platform digital lainnya.
  4. Dengan sistem ini, konten yang sama dari satu repositori bisa disajikan dalam beberapa jenis, misalnya postingan blog di halaman web, feed di media sosial, atau konten native pada smartwatch.

Beberapa contoh headless CMS terbaik di antaranya adalah Sanity.io, Contentstack, Contentful, dan GraphCMS.

Perbedaan Headless CMS dan Traditional CMS

Perbedaan headless CMS dan traditional CMS adalah headless CMS hanya menawarkan fungsionalitas back-end, sedangkan traditional CMS menyediakan solusi yang menyeluruh untuk pengelolaan dan penyajian konten.

Traditional CMS yang juga dikenal sebagai sistem manajemen konten ‘monolithic’, hanya memungkinkan konten dirender pada satu front-end, yaitu halaman web. Oleh karena itu, para marketer harus mengubah konten mereka jika ingin menampilkannya di platform lain.

Beberapa contoh monolithic CMS terbaik di antaranya adalah WordPress, Wix, dan Magento. Biasanya, CMS seperti ini terdiri dari:

  • Database untuk menyimpan, membaca, dan menulis konten.
  • Halaman admin untuk segala hal yang berkaitan dengan pembuatan konten.
  • Area penyajian untuk menyediakan konten.

Sementara itu, arsitektur headless menggunakan framework model konten. Arsitektur ini mengurai konten menjadi beberapa bagian terpisah sesuai dengan tujuannya masing-masing sehingga menghasilkan konten yang lebih terstruktur.

Silakan lihat lebih detailnya perbedaan headless CMS dan traditional CMS:

Fungsi Headless CMS

Arsitektur traditional CMS mungkin sangat terbatas meskipun lebih familiar. Layout dan desain yang dihasilkan seringkali terlalu biasa dan user perlu melakukan banyak proses copy-paste yang merepotkan apabila perlu menggunakan bagian konten yang sama. Nah, dengan headless CMS, para marketer tidak perlu berurusan dengan keterbatasan ini. 

Berikut ini beberapa keuntungan yang bisa didapatkan dengan sistem headless:

Fleksibilitas Front-End

Sistem ini memungkinkan proses yang lebih fleksibel untuk mengoptimalkan penerbitan omnichannel. Keterbatasan komponen siap pakai, seperti template, layout, dan format bisa diminimalkan, sementara konsistensi dan relevansi konten tetap terjaga.

Sebagai repositori konten, headless CMS menjadi hub konten pusat yang bisa difungsikan untuk mengambil data. Struktur konten digitalnya memudahkan proses penyesuaian konten bagi para marketer untuk berbagai platform digital.

Kompatibilitas dengan Berbagai Perangkat

Salah satu hal yang menjadi masalah saat menyajikan konten di beberapa perangkat adalah konten yang harus disesuaikan untuk setiap sistem operasi (OS). Nah, menggunakan CMS yang memprioritaskan API, masalah ini pun bisa diatasi, loh.

Arsitektur headless memungkinkan developer menggunakan API milik CMS untuk membuat query bagi beberapa OS, termasuk Windows, Linux, Android, macOS, dan embedded OS di perangkat IoT.

Kemampuan Adaptasi (Agility)

Kerangka kerja content model pada infrastruktur headless mendukung alur kerja agile, memungkinkan tim marketing bekerja secara bersamaan dengan tim developer. Infrastruktur ini akan turut mendorong produktivitas dan peningkatan yang berkelanjutan.

Alur kerja agile tidak bergantung pada urutan sehingga marketer bisa meninjau kembali fase tertentu apabila harus melakukan penyesuaian. Setelah konten dibuat, developer bisa memprosesnya untuk ditampilkan di presentation layer apapun.

Skalabilitas dan Keamanan yang Lebih Baik

Penggunaan channel marketing yang beragam berarti ada lebih banyak resource dan data yang perlu diolah. Untungnya, sebagian besar opsi headless CMS sangat mudah diskalakan. Hampir tak ada downtime selama maintenance.

Nah, jika keamanan adalah prioritas kalian, opsi headless CMS adalah pilihan yang tepat. Dengannya, platform penerbitan konten tak bisa diakses dari database CMS karena terpisah di berbagai web server dan domain.

Selain itu, konten yang disajikan melalui API seringkali bersifat read-only, yang tentu akan turut meningkatkan keamanan. Hal ini juga membantu meningkatkan protokol keamanan toko online dan melindungi kalian dari potensi ancaman cyber, seperti DDoS dan akses yang tidak sah.

Contoh Penggunaan Headless CMS

Meski punya banyak manfaat untuk manajemen konten, arsitektur ini mungkin tidak selalu sesuai untuk semua jenis proyek. Berikut ini adalah tiga contoh penggunaan headless CMS yang bisa dijadikan inspirasi:

Website eCommerce

Beberapa sistem manajemen konten headless bisa digunakan untuk back-end website eCommerce. Jika punya toko online, kalian bisa memindahkan website kalian ke environment headless untuk:

  • Meningkatkan pengalaman pelanggan. Headless CMS menawarkan waktu loading yang lebih cepat daripada sistem manajemen konten biasa, yang bisa dibandingkan menggunakan tool cek kecepatan website. Bagi retailer, platform ini akan turut meningkatkan angka kepuasan pengunjung.
  • Menawarkan personalisasi. Dengan arsitektur headless, konten pemasaran dan konten produk bisa dikaitkan tanpa masalah dengan riwayat pembelian dan aktivitas browsing pelanggan, untuk menyediakan pengalaman belanja yang lebih personal.
  • Lebih unggul dari kompetitor. Headless CMS memungkinkan para developer meluncurkan update dengan cepat tanpa mengganggu sistem back-end
  • Memastikan keamanan yang lebih ketat. Website toko online seringkali jadi sasaran utama para hacker karena banyaknya informasi sensitif yang dikirim dan diterima selama transaksi.

Website dan Aplikasi Web

Website dan aplikasi web yang dibangun berdasarkan framework JavaScript, seperti React, Ember.js, Vue.js, dan Angular bisa memanfaatkan headless CMS, yang berfungsi baik dengan sebagian besar API.

Headless CMS juga bisa memudahkan pengelolaan konten di website Jamstack yang dibuat dengan generator website statis, seperti Gatsby, Hugo, Pelican, dan 11ty. Sebab, generator website statis tidak menggunakan database sebagai repositori sehingga metode API-first pada headless CMS sangat cocok dalam hal ini.

Elastic adalah contoh website yang menggunakan environment headless. Website ini memanfaatkan headless CMS Built.io sehingga tim marketing bisa memindahkan konten dengan mudah dari berbagai platform ke satu single content hub.

pengertian headless CMS

Atau, pemilik website bisa menyiapkan sistem headless WordPress untuk menggunakan back-end CMS tersebut dan tetap bisa menyesuaikan area front-end dengan bebas. Untuk menerapkannya, ada dua cara yang bisa dilakukan, seperti:

  • Menerapkan framework JavaScript modern seperti React.
  • Menggunakan plugin, seperti WPGraphQL atau Headless WooCommerce Powered by CoCard.

Kekurangan Headless CMS

FYI, penggunaannya juga memiliki beberapa kekurangan, seperti:

  • Cukup kompleks. Tak seperti monolithic CMS atau page builder drag-and-drop, arsitektur headless mengharuskan marketer membangun aplikasi dan menyesuaikan desainnya dari nol.
  • Masalah formatting. Developer tak selalu bisa melihat preview kontennya di presentation layer.
  • Ketergantungan pada developer. Headless CMS membutuhkan banyak coding. Oleh karena itu, tim marketing harus selalu siap berkolaborasi dengan developer untuk menyesuaikan konten secara rutin.
  • Biaya tinggi. Dengan environment headless, budget yang harus disiapkan juga lebih banyak karena ada biaya tersendiri bagi CMS, developer, dan infrastruktur untuk menghosting aplikasi. Mudahnya, prosesnya akan lebih efisien apabila kalian sudah punya sumber daya pengembangan untuk mendukung peralihan ke sistem headless

Jadi Guys, di tengah pertumbuhan World Wide Web saat ini, headless CMS merupakan solusi tepat untuk marketing omnichannel.

Gimana, kalian tertarik untuk menghadirkan pengalaman digital lintas platform? Silakan pertimbangkan untuk beralih ke headless CMS. Eitss, ingat ya, selalu rencanakan resource pengembangan dan strategi marketing dengan cermat untuk migrasi yang efektif.

Selamat mencoba dan tunggu info-info menarik lainnya dari kami, ya 🙂

Bermanfaatkah Artikel Ini?

Klik bintang 5 untuk rating!

Rata rata rating 5 / 5. Jumlah rate 1

Yuk Rate 5 Artikel Ini!

We are sorry that this post was not useful for you!

Let us improve this post!

Tell us how we can improve this post?

Bagikan:

Leave a Comment