Dalam pembuatan aplikasi atau sistem informasi digital, butuh riset dulu untuk mendapatkan pendekatan yang tepat. Model SDLC (Software Development Life Cycle) waterfall dipilih karena memiliki alur kerja yang jelas dan dokumentasi yang baik. Okay deh, tanpa pakai lama, langsung simak saja yuk mengenai Apa Itu Metode Waterfall, Kelebihan, dan Contoh Penggunaannya
Apa Itu Metode Waterfall?
Di dalam dunia informasi, metode waterfall adalah metode yang digunakan untuk membuat dan mengembangkan software yang prosesnya berjalan satu arah, berurutan dari atas ke bawah.
Artinya, setiap tahapan dilakukan secara berurutan, tidak bisa melompat ke tahapan setelahnya apabila tahapan sebelumnya belum dikerjakan. Metode waterfall diperkenalkan pertama kali pada tahun 1970 oleh seorang berkebangsaan Amerika Serikat yang bernama Winston W. Royce melalui makalah yang dibuatnya.
Tahapan Metode Waterfall
Berdasarkan gambar diatas, tahapan metode waterfall ada 5.
1. Requirement
Sebelum mulai melakukan pengembangan sistem, developer perlu melakukan survey untuk menganalisis permasalahan dan kebutuhan dari sistem. Untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan, beberapa cara yang sering dilakukan, antara lain melakukan wawancara, observasi, diskusi, dan sebagainya.
2. Design
Tahap selanjutnya adalah merancang sistem yang sesuai dengan membuat desain. Pada tahap ini developer membuat gambaran tentang langkah-langkah yang harus dikerjakan. Tahap ini, membantu developer mengetahui jenis hardware yang dibutuhkan untuk digunakan dalam membangun sistem.
3. Implementation
Di tahap ini developer mulai melakukan pembuatan program. Pembuatan program dilakukan dengan membuat modul-modul yang kecil. Nantinya semua modul akan digabung pada tahapan yang selanjutnya.
4. Verification
Pada tahap ini, program dilakukan uji testing. Seluruh modul yang telah dibuat, digabungkan untuk dapat saling terintegrasi. Setelah itu, dilakukan pengujian untuk memastikan sistem dapat berjalan sebagaimana mestinya.
5. Maintenance
Tahap terakhir adalah operation dan maintenance. Pada tahap ini, sistem sudah jadi dan siap digunakan oleh pengguna. Di tahap ini, dilakukan juga pemeliharaan sistem serta perbaikan bug apabila terjadi error atau kesalahan.
Kelebihan Metode Waterfall
Berikut ini beberapa kelebihan dari metode waterfall.
1. Memiliki struktur yang jelas dan sistematis
Metode waterfall memiliki beberapa tahapan, yang mana setiap tahapan harus diselesaikan secara berurutan. Hal ini yang membuat metode waterfall mudah dalam pengelolaan dan pengawasan.
2. Dokumentasi yang lengkap
Dokumentasi menjadi tolok ukur pertimbangan saat pemilihan metode. Menggunakan metode waterfall membuat pencatatan saat pengerjaan dapat terdokumentasi dengan baik. Sebab, setiap tahapan menghasilkan dokumentasi yang detail. Dokumentasi dibutuhkan sebagai aset saat ke depannya digunakan untuk aset dan perbaikan sistem.
3. Menghemat biaya
Metode waterfall dikenal lebih hemat biaya operasional dibandingkan dengan metode SDLC lain. Sebagai pembandingnya adalah metode Agile. Metode Agile lebih fleksibel dan efisien karena metode ini terbuka dengan masukan klien sehingga tak jarang masukan-masukan yang diterima bisa mengubah alur kerja yang sudah direncanakan.
Metode waterfall memiliki tahapan yang jelas sehingga memudahkan dalam memperkirakan waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek.
Cocok untuk pengembangan software dalam skala menengah hingga besar. Alur kerja yang bertahap dan berurutan, memudahkan tim dalam pembagian tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam menyelesaikan proyek skala menengah hingga skala besar.
Kekurangan Metode Waterfall
Anyway, metode ini juga memiliki kekurangan, antara lain:
1. Perlu kerjasama
Untuk menyelesaikan proyek dibutuhkan koordinasi dan kerjasama yang baik pada setiap anggota tim. Perlu transparansi dalam menghadapi hambatan dalam proses pengembangannya.
2. Kurang Fleksibel
Metode ini harus dikerjakan sesuai tahapan yang telah disiapkan. Apabila ada perubahan yang terjadi disaat proses pengembangan, hal ini akan berpengaruh pada tahapan yang dikerjakan sebelumnya. Metode waterfall tidak cocok untuk pengerjaan proyek yang dinamis dengan perubahan yang fleksibel.
3. Membutuhkan waktu yang lebih lama
Proses pengerjaan metode ini butuh waktu lebih lama dibanding metode yang lain. Hal ini dikarenakan setiap tahapan harus dikerjakan secara berurutan dengan dokumentasi yang rinci. Kesalahan dokumentasi dapat menyebabkan kesalahan pada tahapan yang selanjutnya.
Gambar Metode Waterfall
Berikut ini gambar dari metode waterfall.
Contoh Penggunaan Metodenya
Berikut ini contoh pengembangan sistem informasi perpustakaan menggunakan Metode waterfall.
1. Requirement Analysis
Mengumpulkan data kebutuhan pustakawan dan pengunjung perpustakaan. Melakukan analisis terkait peminjaman buku, pengembalian buku, mengelola keanggotaan, dan mengelola daftar buku.
2. System Design
Merancang database untuk menyimpan informasi data buku, transaksi, keanggotaan, serta merancang interface untuk pengguna dan pustakawan.
3. Implementation dan Unit Testing
Tahap pembuatan program untuk melakukan fungsi, seperti pencatatan data buku, pencatatan peminjaman dan pengembalian buku, daftar buku, serta informasi anggota.
4. Verifications
Mengintegrasikan semua modul dan melakukan uji sistem untuk memastikan sistem informasi perpustakaan sudah dapat digunakan dengan baik dan benar.
5. Maintenance
Menginstall sistem informasi perpustakaan dan memberikan pelatihan cara menggunakan bagi para penggunanya. Selain itu, melakukan perbaikan bila terjadi bug serta menambahkan fitur baru sesuai kebutuhan.
Nah, dari penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa metode waterfall cocok digunakan untuk membuat proyek yang tidak berubah-ubah dan memiliki dokumentasi yang baik. Semoga bermanfaat ya 🙂
Leave a Comment